Assalamualaikum wr.wb
Kelahiran, Silsilah dan Nasab
Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts
al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa
ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama[1]. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami
rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a
sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal
sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua
orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"[1]. Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani)[1]:
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid
bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin
Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Dari ibunya(Husaini)[1] :
Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu
Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa
bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul
dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu,
Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah
Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh
Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh.
Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di
sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar
nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu
datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu
menampung lagi.
Murid
Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqih terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A'lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir
menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa
kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian
terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya
untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu."
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud.
Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang
bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya
adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang
mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al
Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo
tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak
bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis
perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia
dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian
kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya,
sehingga aku tidak meriwayatkan
apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan
terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat
dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang
jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama
lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin
Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah,
biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri
tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab
ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani
Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid,
sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya karyanya [1] :
- Tafsir Al Jilani
- al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul Ghaib.
- Al-Fath ar-Rabbani
- Jala' al-Khawathir
- Sirr al-Asrar
- Asror Al Asror
- Malfuzhat
- Khamsata "Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat wal Aurod
- Yawaqitul Hikam
- Jalaa al khotir
- Amrul muhkam
- Usul as Sabaa
- Mukhtasar ulumuddin
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasihat dari
majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya,
ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap
orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Ajaran-ajaranya
Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota
Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab
ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi
Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan
perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk
Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah
bertaubat."
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan
perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga
memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib.
Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki
kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap
sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas
kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya
merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi
juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat
hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul
Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak
benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul
Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir
Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab
Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang
Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah
lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok
Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya
dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal.
509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul
Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya,
"Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul
keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa
tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat
menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan
perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada
orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid
Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke
tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata,
"Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri,
"kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan
menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan
karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata
suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan
dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku"
tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak
ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang
meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke
Baghdad dan mulai berceramah.
Hubungan Guru dan Murid
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan
mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah
mendarah daging dalam dirinya.
- Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
- Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf nahi munkar.
- Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepadanya dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir, mencari ilmu hakikah
dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si
miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh
Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan
standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh.
Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia
tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada
seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada
Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut".
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang
berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan
engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127
M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai
dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir
menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah
itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593
H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga
dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206
M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. `
0 komentar:
Post a Comment